TRIPLE "A" PLUS

TRIPLE "A" PLUS

Kamis, 01 Juli 2010

" Musuh "

Dari ’senyum’ dapat menimbulkan tawa. Pepatah lama bilang. ‘Tertawa itu sehat’. Namun, tidak mudah untuk senyum sendirian, demikian kadang-kadang kita mendapati lelucon yang terbaca di suatu koran atau majalah. Ada pengalaman penulis ’senyum di waktu subuh’. Saya sedang dalam perjalanan, namun ada musuh dalam selimut yang mengiringi. Saya yakin musuh ini selalu mengikuti kemana saja saya pergi dan berkelana. Dialah musuh yang pandai sekali membawa diri.


Dia senantiasa merapat di diri saya dan sering memberi nasihat. Orang tua selalu bilang, bahwa nasihat musuh biasanya menggiring ke arah kebinasaan. Saya menanam petuahnya itu dalam-dalam ke lubuk hati saya terdalam. Ya, dialah musuh yang seperti sebuah pepatah, ‘selalu ada udang di balik batu.’ Bahwa selalu ada niat tersembunyi di balik jurus lihainya. Saya yakin sekali ihwal perkara ini. Maka inilah prinsip perjuangan dalam setiap gerak-gerik hidup saya.

Kepayahan duduk terlalu lama di dalam mobil, malam itu, saya terhenyak tidur di kasur empuk di sebuah hotel. Betapa lelahnya tubuh ini. Maka, sesudah shalat isya, saya pun terhanyut dibuai mimpi yang begitu nyaman. Karena sudah terbiasa (mudah-mudahan saya selalu demikian), saya merasa mendengar lamat-lamat suara azan : “Hayya alash shalaah…!” (Marilah Shalat!) dari sebuah speaker yang tak jelas dimana. Ah, subuh sudah datang! pikir saya.

Namun, saya membuka mata begitu berat, dengan mata yang masih kabur, saya lihat arloji di tangan, dan jarum jam mengarah entah di pukul 3 atau 5 pagi. Tiba-tiba, tidak ditanya dan diharapkan, musuh berselimut yang sudah ada di sisi saya membisikkan dengan lincahnya, “Baru jam tiga!” Bisikannya benar-benar menggedor-gedor nurani saya. Mata saya berkerjap-kerjap, kepala saya sedikit pusing dan terdengar lagi bisikkan perlahan-lahan yang menggedor-gedor nurani saya, “Kamu masih bisa tidur dua jam lagi, hilangkan kelelahanmu! Tidurlah dengan tenang! Nanti saja ibadahnya!“

Saya terkejut dan curiga. Apa-apaan maksud bisikan ini. Kenapa bisikan ini begitu gencar menyerang benteng jiwa saya. Dan astaga!Musuh, ya Musuh! Saya langsung tersadar. Darah perlawanan pun mengguncang-guncang, tubuhku. Aku bangun melompat untuk melepaskan rantai kemalasan dan berta’awudz, “A’uzu billahi minasyaitaanirrajiim…”

Di titik ini, saya teringat surah an-Nas. “Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan manusia (I); Raja manusia (2); Sembahan manusia (3); Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa tersembunyi (4); Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam manusia (5); Dari jin dan manusia (6).”

Mana musuh yang berbulu penasihat tadi? Dia lari terbirit-birit menjauh, dan saya melangkah ke pintu, membersihkan diri dan terus berwudhu. Air yang dikira dingin sebaliknya menyegarkan. Saya lihat jam dinding tepat jam 5 subuh. Maka saya pun senyum riang.

Musuh tadi hilang, lenyap. Dia memang ada, beranak-pinak tambah banyak dan tidak mati-mati sampai kiamat. Benar-benar musuh bebuyutan. Itulah setan-iblis yang selalu berbisik-bisik di hati manusia, menggoda tiada hentinya supaya manusia berbuat dosa. Senyum saya tambah lebar di subuh itu, karena menang dan ingat prinsip yang berbunyi “Sesungguhnya setan itu musuh bagimu, maka jadikanlah dia (tetap) sebagai musuh…” (Lihat QS. Fathir : 60) (khazanahislam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar