TRIPLE "A" PLUS

TRIPLE "A" PLUS

Kamis, 01 Juli 2010

Abunawas, Mahkota dari Surga

Kehendak raja selalu harus dituruti. Juga ketika ia meminta sesuatu yang rasanya mustahil. Suatu hari, raja Harun al-Rasyid mengikuti jejak khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang menyamar sebagai orang biasa untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Agar tidak dikenali, raja memakai pakaian compang-camping dan tubuh yang dilumuri sesuatu yang dapat menampilkan kesan kumuh dan kusam.

Tanpa sepengetahuan siapapun ia berjalan mengendap-endap keluar dari istana. Raja leluasa bisa melihat keadaan rakyatnya. Raja keluar masuk rumah-rumah rakyat, namun ia tidak menemukan ssesuatu yang istimewa, hingga di sebuah perkampungan, raja melihat sekumpulan orang-orang. Rasa ingin tahunya muncul, ia pun mendekati kerumunan itu. Tampak seorang ulama sedang berceramah tentang alam akhirat. Raja tertarik, ia pun mendekat.


Tiba-tiba seorang bertanya kepada ulama itu. “Kami sering mendengar apa yang engkau bicarakan, karena penasaran saya, menggali kuburan seorang kafir tapi saya tidak menyaksikan apa-apa yang katanya ia di siksa di alam kubur,” ceritanya, penanya tadi kemudian meminta bukti dari kata-kata ulama tadi. Ia meminta pembenaran dari ceramahnya.

Ulama yang bijak itu menjelaskan, bahwa alam barkzah tidak bisa dilihat dari kasat mata. Contohnya adalah mimpi dalam tidur. Bila seorang sedang bermimpi digigit ular misalnya, ia akan ketakutan, tubuhnya mengigil, keringat dingin bercucuran. Ketika ular itu menggigitnya, ia akan menjerit dan merasakan bahwa aliran darahnya berhenti, seluruh persendiannya lumpuh, dan rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakit itu juga dirasakan oleh orang yang pernah digigit ular dalam kondisi terjaga. “Maka jika masalah mimpi yang remeh saja tidak mampu dilihat, mungkinkan engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzakh?” tandas ulama itu.

Baginda raja sangat terkesan dengan penjelasan ulama tersebut yang sederhana namun mengena. Kemudian ulama itu menjelaskan mengenai surga. Disurga tersedia hal-hal yang disukai hawa nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda itu adalah mahkota yang luar biasa indahnya, karena terbuat dari cahaya. Karena keindahannya, satu mahkota saja lebih bagus daripada dunia dan isinya. Raja semakin terkesan, ia pun segera pulang ke istana.

Sampai di istana, pikiran raja terfokus pada mahkota yang diceritakan ulama itu. Ia tidak bisa tidur, semua perhatiannya tercurah pada mahkota yang terbuat dari cahaya. Baginda pun memanggil Abu Nawas, penasehat yang dikenal bijak dan sederhana. “Aku ingin engkau sekarang berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota yang terbuat dari cahaya, sanggupkah engkau, Abu Nawas?

Abu nawas yang cerdik dan pandai langsung menyanggupi keinginan yang mustahil itu. “Tetapi baginda harus memenuhi satu syarat yang hamba ajukan,”katanya. Mendengar jawaban Abu Nawas, hati baginda raja berbunga-bunga, ia sudah membayangkan akan mendapatkan mahkota yang keindahannya melebihi bumi dan isinya. Maka, baginda pun menyahut cepat. “Cepat, cepat kau katakan apa syarat yang kau ajukan Abu?” ujarnya riang gembira.

“Hamba mohon, baginda menyediakan pintunya, pintu akhirat agar hamba bisa memasukinya,” katanya datar. Baginda amat terkejut dengan syarat yang diajukan Abu Nawas, “Pintu apa itu?” tanyanya bingung dan ingin tahu.

Kiamat, wahai paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzakh adalah kematian. dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga ada di pintu akhirat. Bila baginda menghendaki hamba mengambil mahkota di surga, maka dunia harus kiamat terlebih dahulu.”

Mulut baginda seperti terkunci. Ia terdiam dan menunduk. “Bagaimana baginda? Masihkah baginda menginginkannya?” Baginda masih diam seribu bahasa. Abu Nawas pun meninggalkan sang raja, yang masih berpikir akan kata-kata penasehatnya yang pandai itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar